BATAM- Bicara tentang TKI atau TKW tidak akan ada habisnya. Kasus yang mencuat seperti Sumiati dan Kikim Komalasari di Arab Saudi itu hanya gunung es dari sekian ribu kasus TKI di luar negeri. Namun demikian, tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak jutaan TKI atau TKW yang sukses mengirim devisa dari luar negeri masuk ke Indonesia.
Pemerintah juga tidak henti-hentinya mengatur, menyelenggarakan, membekali dan memberikan bantuan hukum maupun akomodasi serta logistik bagi TKW atau TKI yang pernah merasakan dan mengalaminya. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak orang Indonesia memang suka menyepelekan peraturan dan menganggap segala sesuatu menjadi mudah.
Ambil contoh, pelabuhan resmi dan pelabuhan tikus yang ada di Batam, Tanjungpinang atau Tanjungbalai Karimun yang berbatasan perairan langsung dengan Malaysia dan Singapura. Dari tiga tempat ini banyak TKI atau TKW bermasalah dideportasi dari negeri jiran. Demikian juga, dari ketiga lokasi ini menjadi pintu keluar masuk penyeberangan ke dan dari luar negeri yang sebenarnya juga dilakukan oleh pekerja yang bermasalah.
TKW di Malaysia dan Singapura tidak semua bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dan juga tidak semua terikat oleh kontrak dengan PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Mereka ada juga yang berangkat sendiri menentukan profesi pilihan sendiri dan pulang pergi semaunya sendiri. Alias pekerja lepas. Lantas mereka kerja apa?
Perlu diketahui bahwa banyak TKW di Malaysia dan Singapura yang memberikan jasa layanan seks alias pekerja seks komersial. Mereka biasanya dua minggu di negeri jiran dan berikutnya pulang ke Batam atau Tanjungpinang.
Paspor mereka ketika dicek oleh petugas imigrasi adalah pelancong alias berwisata sehingga pihak negeri jiran pun mudah meloloskannya. Jika kemudian mereka tertangkap imigrasi, tak segan-segan memberikan uang sogokan kepada petugas di dalam maupun luar negeri asal bisa masuk lagi ke negeri yang dituju. Jika dengan uang sogokan tetap tidak bisa, maka menggunakan ilmu magic untuk mengelabuinya. Nekat memang!
Para TKW ilegal yang menjadi PSK ini bekerja di hotel-hotel melati dan lorong-lorong kecil untuk memberikan short time (service singkat) kepada pria hidung belang pelanggannya dengan tarif relatif lebih murah dibanding PSK dari etnik lain seperti Usbekistan atau China. Dalam sehari bisa melayani 10-30 pria hidung belang atau terkumpul uang sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta tiap hari.
Para PSK Indonesia yang menjaring mangsa hidung belang di Malaysia ini, berusia sekitar 20-35 tahun. Mereka juga pasang susuk dan berbagai "sarana" magic untuk menggaet sebanyak-banyaknya hidung belang. Selain bersaing dengan perempuan negara lain, mereka juga harus berlomba-lomba diantara PSK Indonesia sendiri yang makin ramai di Malaysia. Pelanggannya siapa? Semuanya ada. Baik etnik China di Malaysia, Tamil, Melayu atau bahkan TKI yang ada di sana juga.
Jika ada razia dari polis di Malaysia, para PSK ini segera kabur ke lorong lain atau rumah-rumah penampungan yang sudah mereka kenal untuk menyelamatkan diri. Ada yang lolos dan tertangkap. Bila ada cadangan Ringgit bisa lepas lagi dengan membayar polis tersebut, namun jika "belum laku" terpaksa harus mendekam di penjara tiga hari atau dicambuk.
TKW yang sudah berulangkali tertangkap maka akan diberikan sanksi tak diizinkan lagi masuk ke Malaysia atau Singapura selama 6 bulan ke depan, alias diblacklist namanya. Walau begitu, para PSK tak kurang akal untuk menembus dan menerobos ke negeri jiran dengan berbagai cara agar bisa "ngobyek" lagi di sana.
Cara itu ditempuh dengan menyeberang melalui pelabuhan tikus di Batam dan masuk ke pelabuhan tikus yang juga ada di Malaysia. Di Batam atau Tanjungpinang sudah ada "pihak" yang mengantar dengan bayaran relatif mahal hingga sampai ke OPL (Out Port of Limit) perbatasan perairan internasional antara Indonesia dengan negara tetangga. Tarifnya bisa 5 kali lipat dibanding biaya kapal ferry resmi yang hanya 45 dolar Singapura PP.
Di perbatasan OPL itu nanti sudah ada kapal pompong dari Malaysia yang menjemputnya untuk dibawa ke pinggiran pelabuhan tikus di Malaysia, dan diturunkan di sana. Baik di pihak pengirim maupun penerima PSK ini sudah ada jaringan yang bagus hingga mampu mengelabui aparat pemerintah kedua negara.
Dalam hal pengiriman atau penerimaan "gelap" seperti ini sering dilakukan di malam hari menunggu aparat dua negara lengah. Bahkan untuk transaksi jenis ini tidak hanya PSK saja tapi juga TKI atau TKW yang benar-benar bekerja di negeri jiran tetapi ada masalah dalam hal dokumen kerja, misalnya paspor mati, paspor tidak sesuai peruntukannya atau permit izin kerja habis. (editor widodo/tribun)