JAKARTA - Pada semester I tahun 2010, sebanyak 54,82 persen terdakwa kasus korupsi yang diproses di pengadilan umum divonis bebas. Para terdakwa pun bisa tersenyum lega. Hal itu berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch medio 1 Januari-10 Juli 2010 terhadap penanganan kasus korupsi baik di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
Lalu, pengadilan mana saja yang kerap membebaskan para koruptor? Peneliti ICW, Donal Fariz mengungkapkan, Pengadilan Negeri Polewali menduduki peringkat pertama pengadilan yang paling banyak menjatuhkan vonis bebas. Tercatat, dari 166 terdakwa selama semester I 2010, 24 orang di antaranya divonis bebas oleh PN Polewali.
Di peringkat kedua, Mahkamah Agung, yang memvonis bebas 8 terdakwa dari kasus korupsi yang ditangani. Hingga Juli 2010, Mahkamah Agung menangani 14 kasus korupsi baik di tingkat kasasi (11 kasus) dan peninjauan kembali (3 kasus). Dan peringkat ketiga adalah PN Sumenep yang memvonis bebas 3 terdakwa dalam kasus korupsi.
"Vonis bebas dalam kasus korupsi ini menunjukkan bahwa sesungguhnya hakim sendiri belum mempunyai komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi," kata Donal di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (5/9/2010).
Nol Vonis Bebas
Sementara itu, kasus korupsi yang ditangani oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) nihil vonis bebas. Di pengadilan khusus ini, vonis terbanyak yang dijatuhkan berada di rentang 2 sampai 5 tahun dengan 9 terdakwa atau 52,94 persen.
Donal mengatakan, kecenderungan pengadilan Tipikor yang jauh lebih baik dibandingkan pengadilan umum ini harus menjadi pertimbangan Mahkamah Agung dalam hal pembentukan pengadilan Tipikor di beberapa daerah di Indonesia. "Terutama kualitas hakim ad-hoc dan mekanisme pengawasannya," ujar dia.
Ia mengkhawatirkan, dengan dibentuknya pengadilan Tipikor di daerah justru akan memperlemah keinginan memberikan hukuman berat bagi para koruptor. "Jika kita bercermin banyaknya kasus yang mendapat vonis bebas hakim di pengadilan negeri di daerah, kalau hakimnya tidak berkualitas, kita khawatir kualitas putusannya tidak akan mendorong pemberantasan korupsi," ujar Donal.(kompas)
0 komentar:
Tuliskan Komentar Anda