MALANG - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang memutuskan sidang gugatan sengketa tanah antara warga Desa Dengkol, Kecamatan Singosari dengan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dari Lanud Abdurahman Saleh, Malang sudah selesai. Pada ketukan palu persidangan, Selasa (21/12/2010) siang ini, petani dengkol yang diwakili Rokani dan kawan-kawan harus membayar denda pada negara senilai Rp. 3.037.000.
Selain diwajibkan membayar denda, seluruh materi gugatan warga Desa Dengkol itu ditolak majelis hakim. Patokan dasarnya adalah para penggugat tidak mempunyai dasar yang kuat tentang kepemilikan tanah. Meski warga disana, sudah mewarisi tanah garapan yang bersengketa dari nenek moyangnya bertahun-tahun lamannya. Dengan demikian, ratusan petani yang menuntut bukti sah kepemilikan tanah bersengketa dengan luas 306 hektar di Desa Dengkol, dimenangkan oleh pihak AURI.
Pada wartawan, Kuasa hukum warga dengkol, Haris Supriyanto, SH berjanji akan melakukan banding. Sambil berkoordinasi dengan warga lainnya, langkah selanjutnya mengenai putusan hakim siang ini, akan diserahkan sepenuhnya pada masyarakat desa Dengkol. “Warga menganggap putusan hakim salah kaprah. Jika mereka ingin kami melaporkan pada Mahkamah Agung, jelas kami turuti. Dan kami, akan melakukan banding,” katanya.
Suasana sidang yang dihadiri tiga penasehat hukum TNI AU yakni Mayor Toni Effendi, Kapten Putut Sri serta Serma Ahmad Yani, tidak terlalu tegang. Rokani dan para penggugat yang diperbolehkan memasuki ruang sidang, hanya bisa pasrah sambil mengelus kening dan dada hakim membacakan hasil putusannya.
Mendengar TNI AURI menang, warga pun kembali berkoar-koar. Mengecam keras arogansi AURI, Mbok Sukarti pun akhirnya kembali histeris. Ya, Mbok Sukarti mungkin satu gambaran betapa tanah garapan bagi dirinya adalah nyawa kehidupan. Saat berduyun-duyun bersama ratusan warga Desa Dengkol menuntut keadilan di Kantor PN Kepanjen, Mbok Sukarti menjerit-jerit bak kesetanan.
Semula, perempuan paruh baya yang rambutnya sudah memutih itu terlihat tenang. Namun, saat pengunjuk rasa mulai berteriak mengecam aparat hukum PN Kepanjen dan arogansinya TNI AU pada warga Dengkol, naluri emosinya ikut terpancing. Ia maju kebarisan paling depan. Duduk jongkok, berkerudung warna kuning sama persis dengan busana muslim yang dia pakai, Mbok Sukarti pun menjerit keras.
“Kembalikan tanah kami. Kembalikan tanah kami wahai AURI. Sampai matinya Ibu saya pun, kami punya hak atas tanah itu,” teriak Sukarti.
Nada keras yang keluar dari parau suaranya membuat pengunjuk rasa lainnya jadi terharu. Sambil meneteskan air mata, Mbok Sukarti berusaha ditenangkan rekan-rekan pengunjuk rasa perempuan paruh baya lainnya. Tapi Mbok Sukarti tidak ingin berhenti. Ia hanya menuntut keadilan agar tanah garapan yang sudah diwariskan mendiang orang tuanya, bisa dinikmati sampai akhir hayat.
Lima menit berselang, teriakan protes dan meminta hakim bersikap adil dari Mbok Sukarti terus terdengar. Aparat Kepolisian yang melihat kejadian itu pun, berebut ingin melihat sambil mengabadikan momen tersebut untuk dipotretnya. Makin tinggi nada teriakan Mbok Sukarti, kali ini, suara kerasnya disambut bantingan gelas pecah. Luapan emosi yang memuncak, rupanya dibarengi Mbok Sukarti dengan membanting satu tas plastik warna hitam. Tas itu dia bawa saat berunjuk rasa ke Kantor PN Kepanjen.
Berisi makanan mulai dari nasi dan lauk-pauknya, bekal dalam kantong plastik itu juga terdapat gelas beling untuk wadah minum. Pyar!! Suaranya yang keras sontak membuat pengunjuk rasa dan Polisi yang menjaganya kaget. Mbok Sukarti terus histeris. Pecahan gelas beling, membuat jari kelingkin dan manisnya, mulai berdarah. Ia tak memperdulikan kucuran darah yang mulai membahasi baju kuning dan aspal jalan.
Seperti kesetanan, Mbok Sukarti terus menjerit histeris. “Kembalikan tanah nenek moyang kami. Kembalikan. Sampai ibu saya mati, tanah itu adalah hak kami,” katanya keras.
Melihat adegan itu, ratusan pengunjuk rasa seperti mendapatkan komando untuk tetap menyeruakan keadilan dengan terus berorasi. Di tengah kucuran darah Mbok Sukarti, ratusan petani pun berharap AURI, bisa memahami penderitaan warga dengkol untuk tidak bersikap arogan. Cukup lama Mbok Sukarti histeris. [yog/but/beritajatim]
Home » Daerah » Sidang Sengketa Tanah Dimenangkan AURI, Wargapun Menjerit
Sidang Sengketa Tanah Dimenangkan AURI, Wargapun Menjerit
Selasa, 21 Desember 2010Tags:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Tuliskan Komentar Anda