JAKARTA - DPR berencana membentuk Panitia Kerja Terorisme. Panja ini dibentuk untuk mengungkap tabir kinerja Densus 88 yang memang cenderung tertutup. Belum lagi soal pendanaan Densus 88 yang juga disebut-sebut dari asing. Efektifkan kerja Panja terkait terorisme?
Wakil Ketua Komisi III DPR Fahri Hamzah menyebutkan pada 8 September mendatang Komisi III DPR akan membahas tentang pembentukan Panja terkait pemberantasan terorisme.
“Tanggal 8 kita akan Rapim untuk merealisasikan pembentukan Panja terkait penanganan terorisme,” ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Forum Umat Islam (FUI), kemarin.
Fahri memastikan Panja akan menyentuh Densus 88. Karena tugas Panja salah satunya untuk melakukan investigasi serta mencari fakta. Ia menyebutkan informasi soal penyiksaan yang dialami sejumlah tahanan terorisme akan ditindaklanjuti dengan invetigasi.
“Jadi Densus 88 memang harsu disentuh. Mana ada di depan DPR tidak bisa disentuh. Presiden saja boleh dipanggil Pansus,” ujarnya.
Pernyataan Fahri menjawab permintaan Juru Bicara FUI Muhammad Al-Khaththath yang meminta agar Komisi III DPR membentuk Panja atau Pansus terkait penanganan teorisme yang dilakukan Densus 88. “Tujuannya menuntaskan hal-hal yang menjadi pertanyaan dan keberatan masyarakat seperti adanya dana asing untuk operasi terorisme,” jelasnya.
Al-Khathththat juga menyebutkan, Panja dibentuk agar kebocoran dalam penjagaan gudang senjata oleh satgas bom dalam melakukan operasi pemburuan para aktivis serta penyiksaan para aktivis Islam yang diterorisasi.
Dalam kesempatan yang sama Ketua DPP Front Pembela Islam (FPI) Bidang Advokasi Munarman menyebutkan agar dilakukan audit keuangan terhadap Densus 88. Menurut Munarman, sebagian besar dana operasional Densus 88 dari awal tidak sepenuhnya dibiayai oleh APBN.
“Saya punya data dari Departemen Luar Negeri AS ada bantuan dari AS untuk program antiterosime pada 2007 sebesar US$7,7 juta. Pada 2002, sebanyak US$16 juta untuk program set up unit antiterorisme,” paparnya sambil menunjukkan dokumen yang dimilikinya.
Dalam kesempatan sama, Abu Jibriel yang juga ayahanda Muhammad Jibriel terdakwa kasus terorisme JW Marriot, Jakarta, menyebutkan perlakukan aparat kepolisian kepada anaknya Muhammad Jibriel yang diminta untuk melakukan sodomi. “Jibriel juga diphoto dalam keadaan telanjang seluruh badannya dan disiksa,” ujarnya.
Sementara anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Nudirman Munir menyebutkan apa yang dilakukan aparat kepolisian terhadap Jibriel jelas melakukan pelanggaran KUHAP oleh kepolisian. “Jadi jangan sampai ada kriminalisasi umat Islam,” cetusnya.
Sebelumnya dari data yang dihimpun Centre for Indonesian Reform (CIR), sepanjang 2003-2009, Densus telah menangkap 500-an tersangka, 40 di antaranya tertembak mati.
Sedangkan selama Januari-Mei sebanyak 58 penangkapan terhadap tersangka dan 13 di antaranya tewas. “DPR harus periksa apa itu semua sesuai prosedur hukum? Karena Densus 88 adalah aparat hukum. Jangan sampai terjadi killling without trail,” cetus Direktur CIR Sapto Waluyo. [mdr/inilah]
0 komentar:
Tuliskan Komentar Anda