JAKARTA - Pemerintah sedikit kewalahan mengatasi gejolak kenaikan harga cabai saat ini. Selain karena musim, cabai juga tidak dapat distok dalam jumlah banyak seperti beras dan gula.
Hal itu ditegaskan Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu di Istana Wapres, Jumat (9/7). "Kalau beras, gula, kita bisa simpan, kita bisa punya stok untuk menjaga, masalahnya cabai dan sebagainya memang agak susah," tegasnya.
Kenaikan harga cabai cukup mengagetkan terjadi di Sumatera dari Rp30 ribu per kg pada hari Rabu (7/7) menjadi Rp60 ribu per kg pada besoknya.
Menurutnya, fluktuasi harga cabai sangat dipengaruhi musim dalam setiap tahunnya. Meskipun akan menghadapi bulan puasa dan lebaran. Hal itu terjadi pada tahun lalu meski bulan Juli sudah mendekati puasa dan lebaran tetapi harga cabai tetap stabil. "Tahun lalu buktinya harga cabai tidak melonjak saat bulan puasa. Biasanya, ini kita bicara pola yang biasa, harga cabai itu lebih banyak dipengaruhi oleh musim. Kalau yang naik di bulan puasa dan lebaran, itu biasanya harga daging, harga ayam tapi setelah naik biasanya turun kembali. Ini yang biasa terjadi menjelang puasa dan lebaran," jelasnya.
Kalaupun dapat dilakukan upaya stok cabai, tidak akan berhasil. Masyarakat tetap akan menjadi cabai segar. Sedangkan budaya pemanfaatan cabai olahan belum begitu marak. "Gak tahu ya, mungkin harus mengulek cabai lalu disimpan. tapi tetap orang mencari cabai segar, itu masalahnya. tapi kalau misalnya bisa disimpan dalam bentuk sudah diolah, itu salah satu cara," usulnya.
Pemerintah mengakui banyak faktor yang mendorong kenaikan harga bahan pokok tahun ini seperti kenaikan TDL, tahun ajaran baru, puasa dan lebaran. Namun fokus pengendalian tetap pada harga beras. Rapat yang dipimpin Wapres Boediono telah sepakat untuk intensif memantau harga beras. Kalaupun terjadi kenaikan diupayakan di bawah 10%. [hid/inilah.com]
0 komentar:
Tuliskan Komentar Anda