JAKARTA - Pengamat militer, Jaleswari Pramodhawardani menilai Wikileaks menjadi pintu masuk segar untuk membahas RUU Rahasia Negara. Wikileaks adalah fenomena, bahwa sebuah rahasia tak ada yang tak bisa diungkap.
"Dia memberi pengertian baru rahasia negara perlu mempertimbangkan teknologi komputer mampu menembus kode serahasia apapun," katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis 23 Desember 2010.
Menurut dia, informasi pada dasarnya terbuka, ada kerahasiaan bersifat terbatas dan sangat minimal. Dia menceritakan, Kementrian Pertahanan yang bertugas merancang draf RUU Rahasia Negara telah mengajaknya berdiskusi bersama sejumlah aktivis yang disebut kelompok 70, yakni para penolak RUU Kerahasiaan Negara.
"Pada dasarnya substansinya bukan penolakan RUU tapi, draft represif pada media. Bagaimana media direpresi, padahal paling kompeten bicara transparansi dan akuntabilitas," katanya.
Dia mencontohkan, dalam RUU yang ditolak rahasia negara mencakup tiga hal yakni kegiatan/aktivitas, benda/dokumen, dan informasi. "Kami memahami informasi penting justru negara mau mengontrol," ujar Jaleswari.
Pengamat lain Mufti Makarim mengatakan sejumlah masyarakat sipil telah menyusun naskah akademik dan rancangan alternatif RUU Rahasia Negara.
Menurutnya, rancangan itu telah diselaraskan dengan prinsip internasional dalam pengaturan rahasia negara seperti International Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR). "RUU yang sedang digagas ini juga mempertimbangkan best practices UU Rahasia Negara di negara lain," katanya.
Menurut Mufti, draft itu masih dimatangkan. Bila sudah selesai akan diserahkan ke Komisi I DPR.
Ketua Komisi Informasi Pusat Alamsyah Saragih menilai belum mendesak dibuat UU Rahasia Negara. Menurutnya, lebih penting melaksanakan amanat undang-undang terkait itu yang sudah ada, seperti UU Administrasi Negara, UU Pengelolaan Keuangan Negara, dan UU Keterbukaan Informasi Publik.
"Daripada buat UU rahasia negara, DPR fokuskan perbaiki administrasi pemerintah, kalau sudah diperbaiki masih menyimpang ya hajarlah," katanya.
Alam mengungkapkan, pejabat badan publik sebenarnya mau transparan dalam pengelolaan administrasi. "Tapi masuk angka-angka, mereka menutup," katanya.(vivanews)
0 komentar:
Tuliskan Komentar Anda