JAKARTA - Perundingan wilayah perbatasan laut Indonesia dan Malaysia di Kinabalu diprediksi akan menemui jalan buntu alias deadlock.
Menurut pengamat internasional Hikmahanto Juwana, baik pemerintah Indonesia maupun Malaysia akan mempertahankan klaim masing-masing.
"Kesepakatan atas perbatasan wilayah, terutama di laut, tidak akan mungkin dilakukan dalam waktu yang singkat, apalagi dipercepat. Terlebih dalam suasana ketegangan antardua negara," kata Hikmahanto di Jakarta, Jumat (3/9).
Hikmahanto yang juga Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia menjelaskan, dalam perundingan batas wilayah laut, masing-masing negara akan mempertahankan klaim atas wilayahnya karena menyangkut kedaulatan atau hak berdaulat.
Di wilayah laut, kedaulatan terkait dengan laut teritorial (territorial sea), sedangkan hak berdaulat terkait dengan Zona Ekonomi Eksklusif (Economic Exclusive Zone) dan Landas Kontinen (Continental Shelf).
Hikmahanto menjelaskan, dalam sebuah perundingan, masing-masing negara akan menyampaikan kepada pihak lawannya apa yang menjadi dasar bagi klaim sepihaknya. Suatu negara dapat menggunakan alasan historis, perjanjian internasional, bahkan hal-hal yang bersifat teknis dalam peta untuk memperkuat klaim itu.
Selanjutnya, para pihak akan saling mematahkan argumentasi yang disampaikan. Mereka akan berusaha meyakinkan bahwa argumentasi lawan penuh dengan kelemahan dan tidak dapat dipertahankan.
Bahkan, kata Hikmahanto, ada kecenderungan untuk mengulur waktu dalam setiap perundingan.
"Oleh karenanya proses perundingan batas wilayah memerlukan waktu yang panjang. Tidak saja dalam hitungan tahun, bisa jadi hitungan generasi," katanya.
Sebagaimana diberitakan, pemerintah Indonesia dan Malaysia akan melaksanakan perundingan wilayah perbatasan laut di Kinabalu, Malaysia pada Senin, 6 September 2010. Kedua negara akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri. [mah/inilah]
0 komentar:
Tuliskan Komentar Anda